Pengawasan

KIHT, Sebuah Solusi Untuk Menekan Rokok Ilegal

Hasil survei rokok ilegal dan target tahun 2020 (dok. DTFC Kantor Pusat Bea Cukai)

Semarang (14/5) – Peraturan Menteri Keuangan nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) diundangkan pada 17 Maret 2020. Dia digadang-gadang dapat merangkul para pengusaha industri kecil menengah di industri rokok yang belum legal menjadi legal. Selain akan berimbas pada penurunan peredaran rokok ilegal, KIHT juga diharapkan menjadi simpul baru kegiatan ekonomi yang mampu memajukan perekonomian daerah serta menambah pundi-pundi penerimaan. Tidak hanya penerimaan Pemerintah Pusat, namun juga penerimaan Pemerintah Daerah. “Jika rokok ilegal turun, maka penerimaan Cukai, Pajak Rokok dan DBH CHT akan naik. Selain itu para pengusaha yang belum legal bisa terakomodir dan menjadi legal”, demikian disampaikan Kepala Kantor Wilayah DJBC Jateng DIY, Padmoyo Tri Wikanto pada acara sosialisasi KIHT kepada Pemda se-Jawa Tengah, hari Kamis, 14 Mei 2020.

Tren peredaran rokok ilegal dari 2016 terus mengalami penurunan. Survey UGM pada 2018 menunjukkan angka 7%, sedangkan survey internal Bea Cukai pada 2019 menunjukkan bahwa angka tersebut sudah turun menjadi 3%. Tak heran jika Menteri Keuangan Sri Mulyani kemudian menargetkan agar peredaran rokok ilegal pada tahun 2020 dapat ditekan menjadi 1%. Tidak mudah mencapai target itu, upaya sosialisasi dan penindakan rokok ilegal terus digencarkan. Hingga 30 April 2020, Bea Cukai se-Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta berhasil melakukan 105 penindakan, dengan jumlah rokok ilegal sebesar 11.44 juta batang, dan potensi kerugian negara yang diamankan mencapai Rp7.29 Miliar.

baca juga: Bea Cukai ajak Pemda bangun KIHT

Masih tingginya jumlah penindakan, disinyalir disebabkan oleh masih adanya praktik ilegal pengusaha kecil dan menengah yang didukung oleh tenaga kerja tradisional yang mempunyai budaya “ngelinting” secara turun-temurun. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan bahwa sebagian besar rokok ilegal bersaing langsung dengan rokok golongan III yang merupakan hasil produksi Industri Kecil Menengah (IKM). “Di sinilah Bea Cukai ingin membimbing para pelaku usaha rokok ilegal untuk melegalkan usahanya dalam kemasan KIHT yang targetnya adalah pelaku IKM” ujarnya. “Kami mengajak pemerintah daerah untuk memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk membina industri. Mari kita samakan pandangan bahwa rokok ilegal merupakan musuh bersama, dalam satu bungkus rokok itu ada 42% penerimaan negara dari cukai, PPN HT, pajak rokok, bahkan dana bagi hasil untuk pemerintah daerah”, sambung Nirwala.

Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai

Pendirian KIHT diharapkan dapat menjaring para pelaku usaha rokok ilegal untuk melegalkan usahanya. Ibarat murid sekolah yang masih sering bolos, KIHT bermaksud untuk mengajak murid tersebut untuk sukarela “masuk kelas”.

Pewarta: @adisby

Comment here