Semarang (24/11) – Pemerintah terus melakukan berbagai langkah dalam rangka mendorong program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), salah satunya dengan pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) / Industri Kecil Menengah (IKM). Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan daya saing UKM/IKM yang bergerak di bidang industri hasil tembakau.
Bea Cukai dalam perannya mengasistensi industri, terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan dan meningkatkan daya saing khususnya bagi UKM/IKM. KIHT adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan prasarana, sarana serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau. Pembentukan KIHT ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.21/PMK.04/2020 sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah khususnya industri hasil tembakau di Indonesia.

Saat ini telah berdiri 2 KIHT di Indonesia yaitu KIHT Soppeng di Sulawesi Selatan sebagai sentra industry tembakau pertama di Indonesia sekaligus menjadi proyek percontohan bagi daerah-daerah penghasil tembakau lainnya dan KIHT Kudus di Jawa Tengah. Berbagai keuntungan dari pembentukan KIHT ini diantaranya adalah mempermudah perizinan, mempercepat layanan, penundaan pembayaran selama 90 hari, pengembangan IKM dalam satu kawasan industri terpadu, meningkatkan produksi berorientasi ekspor, dapat menekan peredaran rokok, menciptakan lapangan kerja baru, memunculkan industri/perdagangan pendukung, dan mendorong perekonomian masyarakat dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Namun demikian Kepala Kanwil Bea Cukai Jateng DIY, Padmoyo Tri Wikanto menjadi narasumber tentang KIHT pada rakorwil Bea Cukai Kalbagsel pada 23 November 2020 menyatakan bahwa Bea Cukai dimanapun bertugas sebisa mungkin berperan bagi daerah tugasnya. “Tidak harus membangun KIHT, bisa disesuaikan dengan muatan lokal atau sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Hal ini mengingat anggaran pembangunan KIHT salah satunya bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang diterima daerah, sedangkan besarannya berbeda-beda antar daerah. Daerah yang menerima sedikit tentu tidak dapat membiayai pembangunan KIHT dari DBHCHT tersebut”, ujar Tri Wikanto.
Comment here